inforekamjejak.com
MALANG
Pemilik unit Apartemen Malang City Point di Dieng, Kota Malang, menghadapi ancaman eksekusi pengosongan paksa, meskipun banyak di antara mereka telah melunasi unit properti mereka sepenuhnya.
Ancaman ini dipicu oleh surat panggilan eksekusi dari Pengadilan Negeri (PN) Malang, bernomor 20/Pdt.Eks.RL/2025/PN Mlg, yang hanya memberi tenggat waktu delapan hari untuk di lakukan pengosongan.
Para konsumen menilai ancaman ini sebagai upaya penjarahan aset, sebab unit yang sudah menjadi milik sah kini terancam dirampas tanpa ada dasar hukum yang jelas.
Penasihat hukum para user, Janu Wiyanto, S.H., dari kantor BERTIGA di Jakarta, yang mewakili 70 klien, menyatakan bahwa proses eksekusi ini ilegal secara prosedur dan sangat tidak transparan.
“Sampai sekarang, surat penetapan eksekusi maupun risalah lelang yang menjadi dasar eksekusi tidak pernah disampaikan kepada para user. Jadi, sebenarnya yang dieksekusi itu apa, masih menjadi pertanyaan besar,” ujar Janu Wiyanto di PN Kota Malang, Senin (10/11/2025).
Ketiadaan dokumen resmi ini menimbulkan kecurigaan bahwa eksekusi dilakukan secara sepihak, dan di rasa sangat mencederai hak konstitusional para pembeli yang sah.
Kekhawatiran utama muncul dari dugaan cacatnya Risalah Lelang Nomor 873 yang menjadi dasar permohonan eksekusi. Menurut penasihat hukum, risalah lelang tersebut tidak mencantumkan nomor unit secara jelas.
Ketidak jelasan ini membuka celah di mana unit-unit yang telah dibeli lunas dan sah menjadi milik pribadi konsumen justru ikut dilelang dan kini terancam dirampas.
Bahkan, banyak penghuni yang masih mencicil melalui Bank BTN masih menerima tagihan bulanan, padahal posisi mereka kini berada di ambang kehilangan total atas hak properti tersebut.
Di tengah kemelut ini, pihak yang diyakini sebagai pemenang lelang sempat menawarkan skema “win-win solution” yang justru dinilai sebagai upaya pemerasan terselubung.
Konsumen diminta melakukan pembayaran tambahan (top-up) sebesar Rp6 juta per meter persegi untuk “membeli kembali” unit yang sesungguhnya sudah menjadi milik mereka. Penawaran ini dilakukan tanpa ruang negosiasi dan bahkan dibatalkan sepihak, menunjukkan tidak adanya itikad baik untuk mencari penyelesaian yang adil.
Ironisnya, banyak user mengaku tidak pernah mengetahui adanya proses lelang atau permohonan eksekusi hingga surat panggilan pengosongan itu tiba-tiba muncul. “Tiba-tiba ada surat panggilan untuk eksekusi pengosongan, padahal pemberitahuan sebelumnya sama sekali tidak ada,” ungkap salah satu penghuni.
Penasihat hukum mendesak agar para user tetap bertahan dan menolak pengosongan, mengingat proses hukum yang ada dinilai sangat cacat dan belum ada kesepakatan kompromi yang jelas.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik terhadap perlindungan aset konsumen di tengah praktik lelang dan eksekusi peradilan. Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dan transparan dari Pengadilan Negeri Malang maupun pihak pemenang lelang terkait kejelasan eksekusi dan jaminan hak properti 300 unit apartemen tersebut.
( Team )

0 Komentar